Powered by Blogger.

Search This Blog

Friday, August 15, 2014

Catatan Kecil Mas Wandi : "ADAGIUM PAKDE LODRO"


Bagi penggemar sastra, inilah saatnya menyimak Catatan Kecil Mas Wandi.



Di tepi jalan menuju kuburan desa, berdiri dengan lapuknya sebatang pohon beringin tua. Akar-akar tunjangnya menjuntai ke tanah. Rimbun daun-daun yang menguning mulai rontok mengotori tanah sekitar. Batangnya mulai mengering dan keropos berongga karena penyakit tahun. Kulit batangnya mulai mengelupas di banyak tempat. Tak sedikit orang yang takut untuk sekedar lewat di dekat pohon beringin renta itu, apalagi mendatanginya. Takut akan keangkerannya, juga takut akan mudharatnya.
Tepat di bawah batang pohonnya, tergeletak sebuah tungku perapian kemenyan yang selalu mengepulkan asap-asap dupanya. Asap-asap dupa yang yang membumbung tinggi menaburkan bau wangi kemenyan yang senantiasa dinikmati para jin dan peri penghuni beringin tua itu. Beribu jin dan peri menempati setiap dahan, ranting, akar tunjang dan pucuk-pucuk daunnya.


Sejengkal tanah di samping tungku perapian kemenyan tersebut, menghadap ke arah batang pohon, duduk bersemedi lelaki tua bersorjan coklat dan berikat kepala sawung hitam. Jengggot panjangnya mulai memutih dan kulitnya mulai berkeriput menandakan bahwa lelaki tersebut telah berumur. Orang-orang desa menyebutnya Pakde Lodro. Dialah juru kunci beringin tua itu. Pakde Lodrolah beserta para cantriknya yang senantiasa menjaga dan merawat beringin tua itu. Tiap malam purnama bulan Suro penanggalan Jawa, Pakde Lodro menyelenggarakan acara sedekah bumi dengan segala dupa kemenyannya di bawah beringin yang ia jaga. Puji mantra pada para jin dan peri penghuni beringin tua ia lantunkan dengan harapan para jin dan peri senantiasa berpihak kepadanya.
Pakde Lodro adalah sosok terkenal di desa tersebut. Bahkan, banyak warga desa tetangga yang tahu akan kekuatan linuwih Pakde Lodro. Kerap kali Pakde Lodro didatangi orang-orang yang ingin minta bantuannya, minta pertolongan darinya dan dari para jin peri yang menghuni beringin yang ia jaga. Kebanyakan orang-orang yang minta pertolongan kepada Pakde Lodro adalah orang-orang yang sering bermasalah dengan pamong desa. Ternyata mereka kebanyakan adalah para begal, kecu yang sering mengacaukan desa. Tanpa peduli akan benar tidaknya orang yang menjadi tamunya, Pakde Lodro selalu menerima dengan tangan terbuka setiap tamu yang datang. Dan tak selang berapa lama, tungku perapian kemenyan ia nyalakan. Ia lantunkan puji mantra seiring dengan dupa kemenyan yang terus membumbung memenuhi rindangnya beringin tua itu. Bagi Pakde Lodro, setiap tamu yang datang adalah orang yang akan membawa keberkahan bagi dirinya dan para cantriknya karena upeti akan selalu menyertai kehadiran para tamu tersebut.

Selain sebagai juru kunci beringin tua pinggir jalan, Pakde Lodro adalah juga tuan tanah di desanya. Beribu tombak luas tanahnya terhampar di setiap sudut desa. Membentang di sisi luar hutan yang yang mengelilingi desa tersebut, ladang dan sawah Pakde Lodro senantiasa memberikan hasil panen yang melimpah setiap tahunnya. Hasil panen yang selalu melimpah menjadikan Pakde Lodro sebagai orang paling berada di desanya. Demikianlah, Pakde Lodro lebih dari pada yang lain. Selain karena kuasa atas uangnya, Pakde Lodro juga kuasa atas dunia supranatural yang berkembang di desanya.

Di sisi lain, ternyata kuasa majemuk yang Pakde Lodro punya tidak senantiasa bergaris lurus dengan kesalehan sosial di tengah masyarakatnya. Pernah suatu ketika, Pakde Lodro harus berurusan dengan pamong desa karena kewajiban penyimpanan bawon hasil panen di lumbung desa tidak ia penuhi sebagaimana mestinya. Dengan hasil panen yang selalu melimpah dari tanah yang ia punya, Pakde Lodro hanya menyimpan bawon yang ia punya sejumlah apa yang ia mau.
Pamong desa berusaha untuk dapat meyakinkan Pakde Lodro akan kewajibannya. Namun sungguh lacur, dengan kuasa supranaturalnya, Pakde Lodro menebar ancaman dan intimidasi kepada para pamong desa. Dengan lantang ia katakan : “Bahwa para jin peri penunggu beringin yang aku jaga, akan selalu menjadi pengawal setiaku atas keyakinanku dan akan selalu melindungiku dari musuh-musuhku.”

Sontak ramai tak bertepi warga desa atas ancaman Pakde Lodro tersebut. Banyak orang desa yang tidak habis pikir akan tindakan Pakde Lodro. Warga beranggapan bahwa tidak ada yang salah dengan pranata yang telah berlaku turun-temurun untuk penyimpanan bawon hasil panen di lumbung desa tersebut. Pada akhirnya bawon hasil panen yang disimpan di lumbung desa tersebut akan kembali ke warga juga, yakni ketika desa mengalami gagal panen maka bawon tersebut dapat digunakan sebagai gantinya supaya tidak terjadi keadaan yang disebut larang pangan.

Namun bukan Pakde Lodro kalau tidak kuasa atas tindakannya. Di tengah pertanyaan para warga akan dirinya, Pakde Lodro justru melakukan agitasi dan hasutan kepada para warga melalui para cantriknya. Dengan segala agitasi dan hasutan para cantriknya, Pak de Lodro dapat menjadikan hitam sebagai putih dan putih sebagai hitam apa yang ada di mata warga desa. Pada akhirnya, para pamong desa menjadi korban karena agitasi dan hasutan tersebut. Warga justru beranggapan bahwa para pamong desa sudah tidak amanah lagi sebagai mana apa yang dikatakan oleh Pakde Lodro dan cantrik-cantriknya. Berujung pada kenyataan, hanya warga desa yang masih mampu berpikir secara jernih saja yang masih bersedia untuk menyisihkan sebagian hasil panennya untuk disimpan di lumbung desa.

Perselingkuhan kekuasaan yang menjadikan seseorang berkuasa secara majemuk kerap kali merobohkan pranata kemaslahatan bersama.


No comments:

Post a Comment

 

Followers

About

About

KPP Pratama Bojonegoro Jl Teuku Umar No 17 Bojonegoro