Seiring berlakunya PP 46 Tahun 2013
yang efektif berlaku sejak 01 Juli 2013, wajib pajak diberikan kemudahan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dalam
melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kemudahan dalam hal ini adalah dengan
menyederhanakan mekanisme perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang harus
dipenuhi oleh wajib pajak bagi wajib pajak yang dalam satu tahun pajak
peredaran brutonya tidak melebihi Rp 4,8 M.
Sebelumnya, mekasnisme perhitungan PPh
bagi WP OP atau Badan adalah dengan memperhitungkan peredaran bruto usaha
dengan harga pokok penjualan atau harga pokok produksi (atau tidak
memperhitungkannya untuk WP yang bergerak dalam jenis usaha jasa),
memperhitungkannya dengan biaya usaha, PTKP (khusus WP OP) baru kemudian dikalikan dengan tarif pasal 17 UU
PPh. Sedangkan sesuai PP 46 Tahun 2013, mekanisme perhitungan PPh Final Pasal 4
ayat (2) terhutang yang harus dipenuhi oleh wajib pajak adalah cukup dengan
mengalikan peredaran bruto usaha dengan 1 %. Cukup sederhana bukan ?!
Memang, PP 46 Tahun 2013 cukup
memberikan kemudahan bagi setiap wajib
pajak yang hendak memenuhi kewajiban perpajakannya. WP tidak perlu susah-susah
untuk menentukan besaran PPh yang harus ia bayar. Ini semua dimaksudkan oleh
DJP untuk memberikan kemudahan dan penyerderhanaan aturan perpajakan sebagai
mana yang terurai diatas, untuk mengedukasi masyarakat agar transparansi, untuk
mengedukasi masyarakat agar tertib administrasi dan untuk memberikan kesempatan
masyarakat agar berkontribusi dalam penyelenggaraan Negara. Dengan adanya PP 46
Tahun 2013 ini, wajib pajak yang sebelumnya merasa enggan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya karena merasa kesulitan dalam menghitung pajak yang
terhutang, akan dengan mudah untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Kemudahan
dan kesederhanaan tersebut pada akhirnya akan mendorong kesadaran dan
partisipasi masyarakat secara luas dalam peran serta dan sumbangsihnya bagi
penyelenggaraan Negara.
Secara khusus, PP 46 Tahun 2013 ini
tidak berlaku untuk wajib pajak yang menerima penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri, penghasilan dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersendiri dan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Dalam hal ini juga tidak berlaku atas
wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau
jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau
seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan.
Termasuk juga atas wajib pajak badan
yang belum beroperasi secara komersial atau wajib pajak badan yang dalam jangka waktu 1
(satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto
melebihi Rp 4,8 M.
Penyetoran PPh Final ini dilakukan
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dengan
mencantumkan kode MAP/KJS 411128-420. Besaran PPh Final yang disetor tergantung
pada besaran peredaran bruto yang diperoleh oleh wajib pajak setiap bulannya. Pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPt) Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh)
hari setelah masa pajak berakhir. Atas setoran pajak yang dilakukan oleh wajib
pajak yang telah mendapatkan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
pada Surat Setoran pajak yang digunakan, wajib pajak dianggap telah
menyampaikan SPt Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Bagaimana ?................ Cukup
mudah bukan ?!
No comments:
Post a Comment