Kesuksesan
seseorang di zaman sekarang ini banyak dinilai dari berapa penghasilan dan
status seseorang di mata masyarakat. Seringkali kesuksesan hanya diukur dengan
perhitungan matematis yang cenderung mengedepankan masalah materi dan kekayaan
di dunia, padahal bisa jadi seseorang tersebut di hadapan Allah dinilai
sebaliknya, yaitu sebagai orang yang gagal dan terbuai dengan godaan dunia.
Padahal jelas bahwa sesuatu bermula dari yang sedikit. Baru kemudian dikatakan
banyak jika secara kuantitas bertambah. Mengapa mesti gagal dan tergoda?
Dan bahkan
terjadi di masyarakat bahwa seseorang dinilai karena keturunannya. Berapa
banyak jumlah anaknya ? Yang demikian dikatakan sukses. Terlebih lagi jika anak
keturanan dan saudara kerabatnya banyak dan semuanya telah mandiri. Padahal
jelas bahwa Allah telah mengingatkan dalam Al-Qur’an betapa pentingnya menjaga
hubungan silaturrahim antar sesama lebih utama dari sekedar jumlah yang banyak.
Ingatlah bahwa penjagaan atau pengawasan dari Allah adalah sesuatu yang pasti.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Robb-mu Yang
telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisaa’ : 1)
Manusia telah
dikarunikan oleh Allah bisa mendengar,
melihat dan berakal serta memiliki keyakinan bahwa Allah tidak menciptakan
langit dan bumi serta seisinya secara sia-sia. Manusia sudah sepantasnya
mensyukuri nikmat Allah yang melimpah, karena Dia-lah Allah yang benar,
janji-Nya benar, firman-Nya benar, kitab-Nya benar dan qadha’-Nya juga benar.
Memelihara hubungan silaturrahim adalah salah satu bentuk mensyukuri nikmat
tersebut.
Dan telah
diketahui khalayak bahwa tugas utama manusia selaku hamba Allah adalah
beribadah. Mendekatkan diri kepada Allah. Takwa dengan segala daya upaya dan
energi. Pendek kata, bukan hanya jasmani yang diutamakan, tetapi juga kekayaan
ruhani. Demikian yang bisa disebut sukses. Dekat dengan Allah dan selalu
dicintai-Nya.
No comments:
Post a Comment